Label

Kamis, 04 April 2013

Intermeso #8 : akhirnya liat Melancholic b1tch lagi


 - semua tempat berpagar bisa berubah jadi negara, lamun terbaik adalah lamun yang kedap tentara..

ya sejujurnya saya adalah perempuan duapuluh satu tahun yang tertarik dengan grup band asal Jogjakarta bernama Melancholic Bitch. Sebagai seorang remaja tanggung ya saya terlalu berkeinginan untuk menulis rasa suka saya yang egois ini. Dibilang mengidolakan sih mungkin ya mungkin biasa saja, tapi ya yang jelas saya selalu berusaha melihat performa mereka yang cukup jarang di jogja dan ya menerikkan lagu-lagu yang mereka mainkan dengan sangat bersemangat. Kalau sudah begitu saya harusnya sudah sah jadi remaja groupis masa kini.

Jangan tanyakan musiknya, karena untuk telinga mereka yang cocok mereka sangat menyenangkan. Percuma juga saya bicara soal musik toh saya bukan Ahmad Dhani atau juri kompetisi musik yang sudah katam diskografi musik seantero dunia. Jadi anda yang kebeteluan tersesat di tulisan saya ini monggo bisa cek musik mereka di sini.




Tanggal 31 Maret 2013 yang lalu mereka -akhirnya- tampil kembali meski dengan formasi tidak lengkap, harap maklum mereka harus gonta-ganti menuntu ilmu ke negeri sebrang, nasib band personilnya pinter-pinter. Dalam kemasan panggung yang biasa dalam judul Book for Children seperti biasa mereka tetap memukau bagi saya. Kurang lebih tujuh lagu yang sebagian diambil dari album Joni dan Susi lalu sebagian lainnya dari Anamnesis mereka memotong waktu yang harusnya lama menjadi begitu saja. Lalu kita mengulanginya berkalai-kali, mereka bermain berkali-kali dan kami terpukau berkali-kali.
Beruntung ya saya tinggal di atas digital yang hari berikutnya tampilan mereka sudah dapat ditemukan di youtube.


Tapi dari semua hal yang mungkin orang suka dari mereka, bagi saya bukan hanya penampilan dan karya yang kamu harus coba dengarkan, tapi ada hal lain yang lebih menarik hati-halah-. Di saat banyak orang sibuk dengan helai-helai kain bagaimana yang pantas menutupi kulit dan daging mereka, hei bung mereka tetap tampil seperti bapak-bapak kebanyakan -ya bapak bapak- dan mereka tetap memesona. Mungkin kesannya saya sibuk ya ngurusin baju, tapi bukannya di luar sana jauh lebih banyak orang yang sibuk mengatakan bahwa penampilan itu hal utama karena mereka bagian dari barang dagangan? Intinya saya suka mereka dengan kesederhanaan yang dibawa apa adanya.
Buat saya seharusnya begitu, karya dan jiwamu adalah tetap nomer satu, selebihnya kalau sudah selesai dengan itu mungkin kita baru bisa sibuk dengan baju. Tapi apalah, semua punya alasan untuk masing-masing pilihan, tapi karena ini tulisan saya jadi sudah barang tentu isinya harus hasil keegoisan pikiran saya berlabuh.

Ciao!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar