Label

Senin, 29 Oktober 2012

CURUS (Curhat Nggerus) #6 : Muak!

kalian boleh katakan ini proses pengukuhan posisi, agar eksistensi yang serupa dengan manusia-manusia di paragraf singkat ini tidak luntur dan hilang digerus presepsi komunal. Bebas!

Proses yang berawal dari  puluhan lawakan yang dalam hitungan tahun membuatnya semakin tidak sedap didengarkan. Karena lawakan soal lemak berlebih dan proses tumbuh yang "tidak ke atas" -kata iklan produk susu-, atau karena alat-alat komunikasi yang tidak layar sentuh dan ber-messanger, tidak ber-barcode dan tanpa akses kamera unyu~, atau malah karena tidak berseragamkan dengan balutan kain ala trend tahun ke tahun yang terus berubah ketetapan kurikulumnya, telah berubah sedikit demi sedikit menjadi monster mengerikan bernama dogma ajaran baru, modernitas. Tentu saya tau saya tidak pantas untuk melakukan klaim atas "saya yang paling berbeda", tapi bukankah kita memang individu-individu yang berbeda? Tidak ada satupun individu yang lahir di dunia ini dilahirkan sama persis, karena semesta mampu menciptakan probabilitas tinggi dan memiliki miliyaran komposisi atas tangan, tubuh, dan kaki. Jadi apa hakmu melakukan klaim bahwa aku tidak cantik?


Persetan dengan istilah cantik, istilah gaul, istilah keren, atau apalah itu. Saya toh tidak lagi tertarik dengan sematan label-label macam itu, yang keputusannya ditentukan oleh pengendali otoritas. Orang-orang yang merasa punya hak untuk menjadi pengambil keputusan karena jumawa atas kepemilikan otoritasnya, hey ini bukan soal kuantitas.


Persetan dengan tawaran-tawaranmu soal gincu dan bedak yang membuatku lebih layak untuk dijual, persetan dengan aturan-aturan bahwa feminitas adalah harga mati untuk perempuan, persetan dengan ajakanmu untuk berlayar genggamkan alat yang bahkan punya kesempatan untuk membodohiku, persetan dengan paksaanmu untuk mengikutimu, menjadikanku kamu, dan proses penyeragamanmu dengan anak-anak didikmu. Aku dan kamu dan mereka semua berbeda. Bisakah kamu menghargai itu?


lakum dinukum waliyadin! halah!

Kamis, 04 Oktober 2012

CURUS (Curhat Nggerus) #5 : Yang Tak Bergerak Itu Tak Khianat

yang tak bergerak dan  bernafas itu tak khianat

Seperti kata teman saya yang dulu hobinya tengah malem duduk sendiri di lapangan deket rumah sambil nenggak lawaran, "mending sendiri ditemenin botol, dia nggak mintak kompromi". Apapun yang bergerak, bernafas, dan hidup itu bisa jadi bangsat soalnya, tak terkecuali saya juga. Jadi ada benarnya, mengeluh pada dinding yang katanya punya telinga itu.

Mungkin sekilas kelihatannya naas karena hilang kepercayaannya pada manusia-manusia lain. Tapi gimana ya, yang tak bergerak, tidak bernafas, bahkan tidak berpikir tidak akan berperasaan, berasumsi, atau berprasangka. Mereka tidak meminta timbal balik, atau memutarbalik, atau berdiplomasi, atau apalah itu yang bikin repot. Cocok untuk yang telinganya sensitif, yang kecil hati, atau yang ingin belajar berkomunikasi dengan diri sendiri.


Kalau saya ya, daripada berhadapan dengan televisi lebih baik berhadapan dengan dinding yang jelas di mana-mana ada.

salam olahraga!